Jumat, 01 Juni 2012

KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE


Dalam melakukan perbuatan hukum tertentu terhadap hak atas tanah, biasanya calon penerima hak diwajibkan membuat pernyataan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 99 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997. Surat Pernyataan itu antara lain memuat masalah kepemilikan tanah absentee dan landreform. Namun ternyata tidak sedikit yang kurang paham mengenai absentee dan landreform. Bahkan saya pernah membaca ada akta Perjanjian Ikatan Jual Beli yang objeknya adalah tanah sawah, dan Pembelinya berstatus absentee. Pelaksanaan landreform diatur oleh Undang-Undang No. 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, sebagaimana dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 telah disahkan menjadi Undang-Undang. Landreform dalam arti sempit adalah upaya penataan ulang struktur pemilikan dan penguasaan tanah, merupakan bagian pokok dalam konsep agrarian reform (pembaruan agraria). Landreform di Indonesia berinduk kepada UUPA, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UUPA sebagai berikut:
“Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”.
Adapun larangan pemilikan tanah secara absentee berpangkal pada dasar hukum yang terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA, yaitu sebagai berikut :
“Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan”.
Untuk melaksanakan amanat UUPA, maka Pasal 3 ayat (1) PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menentukan sebagai berikut :
“Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di Kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut”.
Selanjutnya Pasal 3d PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964 menentukan :
“Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah pertanian yang mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan di mana ia bertempat tinggal”.
Dengan demikian, terdapat beberapa esensi yang merupakan ketentuan dari absentee, antara lain :
1.    Tanah-tanah pertanian wajib dikerjakan atau diusahakan sendiri secara aktif.
2.    Pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di Kecamatan tempat letak tanahnya.
3.    Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar Kecamatan tempat letak tanahnya, wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut.
4.    Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian kepada orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Kecamatan tempat letak tanahnya.
5.    Larangan pemilikan tanah secara absentee hanya mengenai tanah pertanian.
Pengecualian terhadap ketentuan penguasaan dan pemilikan tanah secara absentee, bahwa “Pemilik tanah yang bertempat tinggal di Kecamatan yang berbatasan dengan Kecamatan tempat letak tanahnya, asalkan masih memungkinkan tanah pertanian itu dikerjakan secara efisien” (vide Pasal 3 ayat (2) PP No. 224/1961 jo. PP No. 41/1964).
Ada dua cara untuk mengatasi masalah kepemilikan tanah secara absentee bagi calon pembeli, yaitu:
1.    Pemohon (calon penerima hak) bertempat tinggal secara nyata di Kecamatan tempat letak objek (lihat uraian di atas).
2.    Status tanah sawah (pertanian) tersebut diubah dahulu menjadi tanah pekarangan. Hal ini biasa dikenal dengan Ijin Pengeringan.

2 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
    The Borgata 청주 출장마사지 Hotel Casino & Spa is a 의왕 출장샵 luxury resort located in Atlantic City, New Jersey. The 제주 출장샵 casino 영천 출장마사지 features more than 1,100 slot machines and 광주 출장안마 20 table games. The

    BalasHapus